Artikel

Khidmah NU di Kancah Nasional 

0
Gambar Ilustrasi NU
Gambar Ilustrasi NU
Nahdlatul Ulama Organisasi Masyarakat Terbesar 
Telah kita ketahui, bahwa Nahdlatul Ulama adalah organisasi masyarakat terbesar di Indonesia. Organisasi yang masyhur dengan warna kebanggaan hijau ini cukup dikenal baik dari kancah nasional maupun Internasional. Hal itu terbukti dengan adanya Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Luar Negeri. 
Sampai saat ini, Nahdlatul Ulama’ telah memiliki kurang lebih 194 cabang PCINU Luar Negeri yang tersebar diseluruh penjuru dunia. Pada dasarnya, kesuksesan NU dalam menyebarkan ruh Ahlusunnah wal jama’ah tak lepas dari tirakat-tirakat para mu’assis nya. 
Disamping itu, para Ulama’ serta seluruh elemen masyarakat Nahdliyin benar-benar telah bersinergi dalam mengentaskan berbagai problematika yang ada, dengan berlandaskan pada tuntunan Rasulullah dan para sahabat. 
Sehingga kalau kita telaah dan coba kita bandingkan dengan ormas-ormas lain dalam mengatasi problematika, NU tidak mudah tersulut atau terpengaruh dari kelompok manapun. Serta lebih mengedepankan sifat tabayyun. Sehingga, kebijakan-kebijakan yang dicetuskan selaras dengan kondisi masyarakat.  Masyarakat pun menaruh hati pada Ormas ini.

 

Sikap NU Masa Awal Indonesia Merdeka

Coba kita sedikit memutar waktu kebelakang, tepatnya pada masa awal-awal Negara kita ini merdeka, yakni pada peristiwa perjanjian Renville yang terjadi pada tanggal 8 Desember 1947. Kala itu para tokoh-tokoh pejuang bangsa Indonesia harus rela gigit jari terkait hasil dari perjanjian Renville. 
Perjanjian tersebut jelas-jelas merugikan bangsa Indonesia, karena keputusan yang disahkan adalah pihak Belanda hanya mengakui wilayah Indonesia meliputi wilayah Madura dan Jawa. Hal ini terindikasi dengan mengecilnya wilayah Indonesia saat itu. 
Pada saat itu, NU masih tergabung dengan partai Masyumi, sehingga NU harus sesegera mungkin menyikapi permasalahan itu. Saat itu masyumi mengadakan rapat terkait tawaran Bung Hatta untuk duduk pada kabinet yang dibentuknya. 
Baca juga : 12 Tokoh NU Pejuang Kemerdekaan yang Jadi Pahlawan Nasional
Pada saat rapat itu terjadi, munculah dua pendapat yang saling bersebrangan terkait menerima atau tidaknya ajakan Bung Hatta untuk duduk pada kabinet buatannya itu. Kelompok yang menolak beralasan bahwa jika kita menerima ajakan Bung Hatta, secara otomatis setuju dengan perjanjian Renville yang jelas-jelas merugikan  bangsa Indonesia. 
Hal itu jelas-jelas suatu perbuatan munkar dan haram karena jelas memihak pada Belanda, serta konsekuensinya adalah harus melaksanakan perjanjian Renville. Adapun kelompok yang menerima ajakan tersebut dipelopori oleh Mbah Wahab Hasbullah. Beliau ini seorang orator, ahli dalam ilmu muhadhoroh, serta salah satu penggerak NU ketika itu. 
Meskipun sempat digembor-gembor dan diserbu beribu pertanyaan oleh peserta lain, tetapi beliau tetap teguh dengan pendiriannya dan memiliki pandangan yang lebih baik ketimbang kelompok yang menolak. Beliau berpendirian bahwa justru dengan memasuki kabinet mereka, itulah salah satu jalan yang dapat dilalui, sebagai bentuk Izalat al-Munkar. 
Mengingat keputusan telah ditetapkan pada perjanjian Renville sebelumnya dan tidak dapat diganggu gugat. Jadi menurut Mbah Wahab satu-satunya jalan adalah memasuki kabinet itu guna menekan kemunkaran-kemunkaran yang mungkin terjadi yang bersifat merugikan bagi Indonesia. Hal itu bisa dilakukan dengan cara mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dibuat agar tidak merugikan bangsa Indonesia yang dilakukan oleh Belanda saat itu. 

Baca juga : Peneliti: NU Lawan Radikalisme sejak Awal Kemerdekaan

Menurut beliau cara ini lebih efektif mengingat dari pihak NU memiliki kedudukan dalam kabinet tersebut. Berbanding terbalik jika tidak ada satupun kader NU yang masuk ada kabinet itu, sehingga dari pihak bangsa Indonesia khususnya warga Nahdliyin tidak akan bisa menghalangi kebijakan yang dirasa merugikan bangsa Indonesia kedepannya. Kita hanya bisa teriak-teriak menyuarakan pendapat dan mengkritik tanpa ada yang menggubris.
Dari cerita tersebut kita dapat menganalisis bahwa dalam menyikapi sebuah permasalahan, para kyai NU lebih berfikir kedepan dengan terlebih dahulu melihat madhorot serta manfaatnya. Apakah lebih besar manfaatnya dalam menyetujui ajakan tersebut ataukah tidak, sehingga harus benar-benar ditinjau dari segi esensinya. Hal ini sesuai dengan Kaidah Fiqih yakni;
إذا تعارض مفسدتان روعي أعظمها ضررا بارتكاب أخفهما
Maksud dari kaidah tersebut yakni apabila terdapat dua mafsadat yang saling berkontradiksi, maka yang harus ditinggalkan adalah mafsadat yang sekiranya mudharatnya lebih besar, dengan jalan melaksanakan madhorot yang dirasa lebih ringan terutama untuk jangka panjang. 
Hal itu telah dijalankan oleh Mbah Wahab dalam kasus tersebut, yang mana beliau menerima ajakan untuk memasuki kabinet dianggap lebih baik untuk kedepannya bagi bangsa Indonesia, dari pada menolak dan berteriak-teriak tak berguna terkait kebijakan munkar yang dibuat oleh lawan saat itu.
Adapun dalam bidang ekonomi, NU telah menjalankan berbagai kegiatan-kegiatan positif yang dapat kita lihat pada masa dewasa ini. Seperti kegiatan yang dilakukan oleh salah satu lembaga nirlaba NU yakni NU CARE-LAZIZNU yang bergerak guna mengangkat kondisi sosial ekonomi masyarakat dengan mendayagunakan zakat, infaq serta, sedekah.

Baca juga : Rekonstruksi pimpinan, PKPT IPNU IPPNU UIN Malang sukses laksanakan Rapta dan Konferkom ke 18

Sebenarnya ada juga kegiatan warga Nahdliyin yang hampir kita jumpai dalam sehari hari, yakni pada acara tahlilan, manaqiban, tasyakuran dll. Coba kita tinjau dari segi esensinya. Kegiatan-kegiatan tersebut sangatlah identik dengan pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an, sholawat, serta kalimat-kalimat toyyibah. 
Dimana, diakhir acara tersebut juga identik dengan acara ramah-tamah salah satunya adalah makanan. Tidak peduli apakah makanan tersebut dimakan ditempat atau tidak, pastinya orang-orang yang memperoleh berkat akan senang, apalagi membawakannya untuk keluarganya dirumah. 
Hal ini menggambarkan sebuah solidaritas yang tinggi dalam tatanan masyarakat. Tidak hanya dari lingkup warga sekitar saja yang memperoleh manfaatnya, tapi coba kita telusuri lagi. Ternyata kegiatan-kegiatan warga Nahdliyin juga membawa sebuah keberkahan bagi para pedagang, khususnya bagi para penjual bahan makanan yang mana sebagai salah satu komponen dalam setiap perhelatan acara-acara warga Nahdliyin yang bahkan bisa dipastikan ada setiap harinya.
Sehingga, dengan adanya acara-acara keagamaan warga Nahdliyin bisa dikatakan ampuh dalam mengangkat perekonomian masyarakat di samping dari aspek  pensyi’aran faham Ahlu Sunnah wal jama’ah di masyarakat. 
Jadi, meskipun banyak dari kelompok-kelompok lain mengingkari bahkan mengecam amalan serta kegiatan warga Nahdliyin yang menurut mereka kurang sesuai dengan syari’at, pada dasarnya kita tau dan benar-benar memegang ideologi yang kita yakini secara ittiba’ (mengikuti suatu perkara dan tau dasar dari perkara itu) seperti dalam kaidah Ushul Fiqih yakni;
المحافظة على القديم الصالح و الأخذ بالجديد الأصلح
Yaitu menjaga perkara atau nilai-nilai lama yang dirasa baik serta mengambil suatu perkara atau nilai-nilai baru yang lebih baik. Disamping itu, juga dikuatkan lagi dengan salah satu Kaidah Fiqih yakni
ألعادة محكمة
yaitu adat istiadat yang dinilai sudah menjadi sebuah kebiasaan yang dijalankan oleh masyarakat, khususnya yang dapat mendatangkan kemaslahatan dapat dipakai sebagai hujjah pada penetapan hukum. 
Berdasarkan dalil serta argument-argumen diatas, selayaknya kita sebagai warga Nahdliyin untuk benar-benar mantap bahwa konsep-konsep amalan warga NU benar-benar  selaras dengan Aswaja.

Sukses Gelar Lakmud di Masa PPKM, PKPT IPNU-IPPNU UIN Malang Cetak Kader NU yang Matang dalam Fikroh, Amaliah, dan Harokah.

Previous article

Pasangan yang Sekufu’

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Artikel